August 2016 ~ Bersyukur dan Berbahagia

About Me

About Me


Penikmat sastra dan staff pengajar fisika
di salah lembaga bimbingan belajar di Padang.
Bergiat di Forum Lingkar Pena Sumatera Barat.
Hobby melakukan apapun asal menyenangkan.

FLP

FLP
Logo FLP

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, August 26, 2016

Cerpen Remaja "Badai Pagi Ini"



Irepia Refa Dona
Singgalang, 21 Agustus 2016


Adzan subuh berkumandang. Aku keluar dari kamar untuk berwudhu. Kemudian shalat subuh. Angin berhembus begitu kencang. Membuat keributan di atap rumahku. Hujan turun dengan derasnya. Aku mencari ibu ke kamar. Ibu tak ada di kamar. Aku berjalan menuju halaman rumah. Aku lihat ibu menatap sayu ke laut lepas.
“Bu, apa ayah pergi melaut?” Ibu menatap  dan membalas ucapanku dengan sebuah anggukan dan kemudian berucap bahwa ibu sudah melarang ayah, tapi ayah tetap saja pergi. Kata ayah, kita butuh uang. Sebelum pergi ayah juga menatap tas aku yang robek sambil berkata, besok kalau kita dapat uang, kita belikan Rara tas dulu. Aku menghapus airmata yang menetes di pipiku. Hatiku begitu sakit mendengarnya. Jantungku terasa mau berhenti berdetak. Nafasku terasa sesak.
Pagi ini, terasa begitu misteri bagiku. Perahu ayah sangat rapuh dan ayah juga tak bisa berenang. Memang kedengaran aneh, pelaut yang tak bisa berenang. Tapi apalah daya. Di sini tidak ada pekerjaan selain nelayan.
Badai tak kunjung reda. Ibu berdiri di luar dengan sebuah sarung di tubuhnya untuk menahan dingin dari terpaan badai dan percikan hujan. Sambil menangis ia tak lupa melantunkan do’a.
“Ya Allah, semoga para nelayan itu dapat kembali dalam keadaan selamat.” Aku terus mendengar tangisan dan lantunan do;a yang keluar dari bibir ibuku. Tidak hanya ibuku, semua warga pun menangis. Keluarga mereka juga di laut. Sedangkan aku? aku bukanlah gadis yang suka melihatkan kesedihan di depan banyak orang. Aku hanya bisa menahan tangis sambil berdo’a di dalam hati.
Aku duduk dengan mata tak lepas-lepasnya memandang ke laut yang luas. Tidak ada tanda-tanda kepulangan ayah. Air laut tidak kelihatan lagi, gelap ditutupi hujan. Alun-alun semakin besar. Burung-burung telah berterbangan memenuhi muara di depan rumahku. Entah burung apa, tapi orang-orang menyebutnya dengan burung Sama. Aku terus menatap ke laut. Dengan baju tidur tipisku tanpa pelindung dari hujan. Tanpa alas kaki, bahkan aku tidak merasakan lagi percikan hujan menyentuh lembut tubuhku. Seolah-olah aku telah kehilangan rasa.
*****